Rabu, 31 Maret 2010

Model Client - Centered

Model Client- Centered/ Person Centered : Konsep Dasar, Prosedur dan Teknik

Carl R. Rogers mengembangkan terapi person-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Terapis berfugsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan person centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.

Konsep Dasar:

1) Pandangan Tentang Sifat Manusia

Pandangan person centered tentang sifat manusia konsep tentang kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Rogers menunjukkan kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia sebagai tersosialisasi dan bergerak ke muka, sebagai berjuang untuk berfungsi penuh, serta sebagai bmemiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam. Pendek kata, manusia dipercayai dan karena pada dasarnya kooperatif dan konstruktif, tidak perlu diadakan pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya.

Maka dengan pandangan ini, terapi person-centered berakar pada kesanggupan seseorang (klien) untuk sadar dan membuat putusan-putusan.

2) Ciri-ciri Pendekatan Client-Centered

i. Difokuskan pada tanggungjawab dan kesanggupan seseorang untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Sebagai orang yang paling mengetahui diri sendiri, maka orang tersebut yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.

ii. Menekankan dunia fenomenal seseorang/klien. Dengan empati yang cermat dan denga usaha memahami kerangka acuan internal seseorang, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi-diri klien dan persepsinya terhadap dunia.

iii. Prinsip-prinsip terapi client person direapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relative normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar.

iv. Menurut pendekatan ini juga, psikoterapi hanyalah salah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif. Klien akan melalui hubungannya dengan seseorang yang membantunya melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Itu adalah hubungan dengan konselor yang selaras (menyeimbangkan tingkah laku dan ekspresi eksternal dengan perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran internal), bersikap menerima dan empatik yang bertindak sebagai agen perubahan terapeutik bagi klien.

Penerapan: Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur

Perkembangan pendekatan client-centered disertai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Dalam kerangka client-centered, teknik-tekniknyaadalah pengungkapan dan pengomunikasian penerimaan, respek, dan pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi.

Menurut pandangan pendekatan client-centered, penggunaan teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasi hubungan terapis klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis, dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab dengan demikian, terapis tidak akan menjadi sejati.


Kesimpulan:

PERSON CENTERED (KONSELING BERPUSAT PRIBADI) - Model konseling berpusat pribadi dikembangkan oleh Carl R. Rogers. Sebagai hampiran keilmuan merupakan cabang dari psikologi humanistik yang menekankan model fenomenologis. Konseling person-centered mula-mula dikembangkan pada 1940 an sebagai reaksi terhadap konseling psychoanalytic. Semula dikenal sebagai model nondirektif, kemudian diubah menjadi client-centered, dan terakhir person-centered.

Didasarkan pada pandangan subjektif terhadap pengalaman manusia, menekankan sumber daya konseli untuk menjadi sadar diri self-aware dan untuk pemecahan hambatan ke pertumbuhan pribadi. Model ini meletakkan konseli, bukan konselor, sebagai pusat konseling. Falsafah dan Asumsi Dasar Model ini berdasarkan pada pandangan positif tentang manusia yang melihat orang memiliki sifat bawaan berjuang keras ke arah menjadi untuk berfungsi secara penuh (becoming fully functioning). Asumsi dasarnya adalah: dalam konteks suatu hubungan pribadi dengan kepedulian konselor, konseli mengalami perasaan yang sebelumnya ditolak atau disimpangkan dan peningkatan self-awareness.

Konseli diberdayakan melalui partisipasi mereka dalam hubungan konseling. Mereka mewujudkan potensi mereka untuk tumbuh, utuh, spontan, dan diarahkan dari motivasi internal (inner-directedness). Konsep utama Setiap orang dapat mengarahkan hidup dirinya sendiri. Konseli mempunyai kapasitas untuk memecahkan permasalahan hidup secara efektif tanpa penafsiran dan arahan konselor ahli. Model ini memusatkan proses pada mengalami secara penuh momen saat ini, belajar untuk menerima dirinya, dan memutuskan cara untuk berubah. Ia memandang kesehatan mental sebagai sama dan sebangun antara apa yang orang inginkan untuk menjadi dan apa yang benar-benar terjadi.

Tujuan Konseling adalah menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, dapat menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan. Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi.

Hubungan Konseling Rogers menekankan sikap dan karakteristik pribadi konselor dan mutu dari hubungan konseli/konselor sebagai faktor penentu utama dari hasil konseling. Kualitas konselor yang menentukan hubungan meliputi keaslian/ketulusan (genuineness), kehangatan (warmth), empati yang akurat (accurate empathy), penerimaan dan penghormatan tanpa syarat terhadap konseli (unconditional acceptance of and respect), memberikan kebebasan (permis¬siveness), kepedulian (caring), dan mengkomunikasikan sikap itu semua kepada konseli. Melalui hubungan sedemikian itu, konseli dapat menerjemahkan belajarnya di dalam konseling ke hubungan di luar dengan orang lain.

Teknik dan Prosedur Sebab model menekankan hubungan konseli-konselor, teknik-tekniknya terbatas. Teknik hanyalah sekunder dibandingkan sikap konselor. Model ini meminimalkan teknik-teknik direktif, penafsiran, tanya jawab, penyelidikan, diagnosis, dan pengumpulan sejarah. Proses lebih memaksimalkan mendengarkan dan mendengar aktip, pemantulan perasaan, dan klarifikasi. Keterlibatan penuh dari konselor sebagai pribadi dalam hubungan konseling lebih ditekankan. Aplikasi Model ini mempunyai lapangan aplikasi yang luas pada banyak situasi pribadi ke pribadi. Ia bermanfaat untuk konseling individu dan kelompok, PBM yang berpusat pada siswa, hubungan orang tua-anak, dan laboratorium pelatihan hubungan antarmanusia; dan utamanya cocok untuk tahap awal kerja intervensi krisis. Prinsip-prinsipnya telah diterapkan pada administrasi dan manajemen dan untuk bekerjasama dalam institusi dan sistem.

Kontribusi Model ini menjadi salah satu dari yang pertama mematahkan konseling psikoanalisa tradisional, menekankan tanggung jawab dan peran aktip konseli, menghadirkan pandangan yang positif dan optimis dan memberikan perhatian akan kebutuhan untuk memperhitungkan aspek kedalaman pribadi dan pengalaman subjektif. Ia mengutamakan proses konseling yang berpusat pada hubungan dibandingkan mengutamakan teknik. Model ini memusatkan pada peran penting dari sikap konselor.

Model telah menghasilkan banyak riset klinis baik dalam hal proses maupun hasil konseling, yang pada gilirannya telah mendorong pelahiran hipotesis-hipotesis tentatatif. Model ini juga telah diterapkan pada orang-orang dari budaya yang berbeda secara bersama-sama. Prinsip-prinsipnya bernilai dan bermanfaat diaplikasikan pada latar multibudaya. Keterbatasan Ada kemungkinan bahaya menjadi konselor yang melulu merefleksikan isi, ketika membawa sedikit kepribadiannya ke dalam hubungan konseling. Model terbatas dalam menggunakan bahasa nonverbal konseli. Sebagai suatu model ahistorik cenderung kurang memperhitungkan arti masa lampau. Sebagian dari keterbatasan yang utama tampak bukan karena teorinya tetapi karena beberapa kesalahpahaman konselor terhadap konsep dasar dan aplikasi praktis mereka yang dogmatis

KETRAMPILAN INTI KONSELING: MENDENGARKAN AKTIF

Mendengarkan Aktif

Mengapa mendengarkan dengan aktif itu sangat penting dalam konseling? Karena konseling menggunakan kemampuan men-dengarkan, maka bukanlah mendengarkan yang biasa yang diperlukan untuk dapat memahami klien atau orang yang akan meminta bantuan kita untuk mendapatkan konseling. Men-dengarkan aktif meliputi empat intensi (niat) yang ada dalam diri orang yang mendengarkan:

1) Mengerti Seseorang: pendengar yang baik akan mendapatkan impresi/kesan sebagai tahap awal pemahaman tentang orang yang diajak bicara. Semakin sungguh-sunggu kita mendengarkan semakin banyak hala yang kita mengerti tentang orang tersebut.

2) Menikmati Percakapan: keinginan sungguh-sungguh mendengarkan membuat percakapan jadi menyenang-kan untuk dinikmati, konselor meminimalisir kebosanan dan kejenuhan selama mendengarkan.

3) Belajar Sesuatu: ternyata, tidak hanya klien yang mendapatkan sesuatu dari proses menceritakan, sebagai konselorpun anda dapat kesempatan untuk belajar dari pengalaman yang dibagikan oleh klien anda.

4) Memberikan Bantuan: ketika seseorang mendengar-kan dengan sungguh-sungguh maka akan sangat membantu orang yang didengar. Bantuan ini bisa berupa dukungan dan tentunya yang penting adalah kesediaan anda untuk mendengarkannya.

Untuk menjadi pendengar yang baik (active listener), seseorang juga perlu mengindentifikasi sejumlah hambatan (blocks) dalam mendengarkan. Berikut akan disajikan daftar hambatan dalam mendengarkan yang secara sengaja maupun tidak sengaja sering dilakukan namun berpengaruh pada kemampuan atau latihan untuk menjadi pendengar yang baik.

1) Membandingkan: mendengarkan menjadi sulit ketika kita sibuk membandingkan: "Siapa yang lebih cerdas?", "Siapa yang lebih beruntung?", "Siapa yang lebih bekerja keras? Kamu atau saya?", dst.

2) Membaca pikiran: Seorang pembaca pikiran tidak sungguh-sungguh menaruh perhatian pada orang yang diajak bicara bahkan pada pa yang dibicarakan oleh orang tersebut. Dia mencoba mencari tahu apa yang sungguh-sungguh dipikirkan dan dirasakan oleh orang tersebut.

3) Mengulang-ulang: Anda tidak akan punya waktu untuk mendengarkan ketika anda mengulang/melatih apa yang akan anda katakan. Pikiran anda mempersiapkan komentar anda selanjutnya.

4) Menyaring: tidak ada pesan yang utuh diterima jika pendengar menyaring isi pembicaraan.

5) Mendakwa: hambatan ini adalah kecenderungan yang paling sering dilakukan karena ada stereotype tertentu pada orang yang kita ajak bicara.

6) Berimajinasi:
http://www.blogger.com/img/blank.gif
masukkan tag tebal pendengar yang tidak sungguh-sungguh mendengarkan biasanya akan cepat dan mudah untuk melamun dan berimajinasi tentang hal-hal lain sementara pembicaraan terus berlangsung.

7) Mengindentifikasi: beberapa pokok pembicaraan se-ring sama dengan identitas pembicara dan seringkali mengganggu pendengar jika dia dengan sengaja mengindentifikasikan hal tersebut dengan dirinya.

8) Menasehati: dalam hal ini pendengar bertindak seolah-olah sebagai `problem solver' yang paling hebat, selalu siap dengan saran, masukan, tips dsb tanpa mendengarkan baik-baik karena pendengar sibuk menyiapkan nasehat jitu. Anda tidak dapat mendengarkan perasaan-perasaan klien jika hanya terdorong memberikan nasehat.

9) Bertengkar: kadangkala, karena tidak mendengarkan sungguh-sungguh kita cenderung untuk mengajak orang lain berdebat bahkan bertengkar. Ini berarti kita tidak bersedia membuka hati untuk mendengarkan apa maksud si pembicara.

10) Membenarkan diri:
masih ada kaitannya dengan bertengkar, kecenderungan untuk mendengarkan diri sendiri berakibat pada keinginan untuk membenarkan diri dan akhirnya kehilangan momentum untuk menangkap inti pesan yang sesungguhnya dari orang yang sedang diajak bicara.

11) Mengalihkan topik:
karena kita tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh maka kita akan bosan, kebosanan tersebut akan semakin mem-buat kita mudah untuk mengalihkan topik.

12) Mendamaikan: artinya, menghibur orang yang kita ajak bicara dengan cepat supaya tidak masuk ke inti pembicaraan yang lebih dalam karena kita tidak ingin mendengarkan lebih jauh.

Responding Dan Probing

KETRAMPILAN INTI KONSELING: RESPONDING DAN PROBING

1. Respon Minimal (minimal response).

Tugas utama konselor adalah sebagai pendengar (yang aktif) sehingga klien harus merasakan bahwa anda memberikan perhatian penuh pada kehadirannya. Salah satu cara terbaik untuk itu adalah dengan memberikan respon minimal. Yang dimaksud dengan respon minimal adalah: sesuatu yang kita lakukan secara otomatis dalam percakapan ketika kita mendominasi pembicaraan sebagai pendengar daripada berbicara.

Respon minimal ini bisa berbentuk nonverbal seperti mengangguk atau secara verbal dengan mengatakan, "Uhm..", "Iya", "Baik" dsb. Ketika klien berbicara terus-menerus, konselor perlu meyakinkan klien bahwa ia masih mendengarkan dengan respon minimal tsb.

Sebagai konselor, berikan waktu untuk merespon klien anda bicara, sehingga respon minimal ini tidak dilakukan secara terus menerus dan berlebihan. Sesuaikan juga nada bicara anda dengan klien sehingga cukup nyaman didengar, tidak terlalu pelan, tidak terlalu lambat, tidak cepat-cepat atau terlalu keras. Menggunakan respon minimal ini juga bukan hanya untuk menunjukkan anda mendengarkan, tetapi memberikan ekspresi nonverbal dan bahasa tubuh anda bahwa anda memahami persoalan/kesulitan klien.

2. Probing (menggali lewat pertanyaan).
Sangat menggoda bagi seorang konselor untuk bertanya banyak pada kliennya, terutama di pertemuan awal konseling. Jika anda bertanya terlalu banyak pada klien, mungkin anda perlu tanya kembali tujuan anda melakukan konseling ini. Jika tujuannya adalah untuk menstimulasi klien bicara, nampaknya anda menggunakan pendekatan yang salah. Klien dapat lebih percaya diri untuk bicara, jika sudah terbangun rasa saling percaya, bukan dengan banyaknya pertanyaan oleh konselornya.

Seorang konselor yang bertanya terlalu banyak akan seperti interogasi atau wawancara jurnalistik. Ketika bertanya pun, jenis pertanyaan terbuka lebih dianjurkan daripada jenis pertanyaan tertutup yang hanya perlu dijawab oleh klien dengan singkat, seperti "ya" atau "tidak". Pertanyaan terbuka akan membiarkan klien bercerita tentang pengalaman, kesakitan serta hal-hal yang ingin dibagi pada konselornya dengan bebas.

Usahakan untuk menghindari pertanyaan yang diawali de-ngan "mengapa". Mengapa? Klien akan berusaha menjawab pertanyaan dengan menggunakan rasio semata, padahal sangat mungkin justru itu saat bagi konselor untuk menggali aspek-aspek emosional yang lebih mendasar dari situasi klien daripada aspek rasionalnya.

Contoh Probing:
i) Pertanyaan tertutup:
Apakah anda suka dipuji oleh suami anda?
ii) Pertanyaan terbuka:
Bagaimana perasaan anda etika dipuji oleh suami anda?

Kode Etik Bimbingan Dan Konseling

Kode Etik Bimbingan dan Konseling

Untuk menyatakan pandangan tentang kode etik jabatan, berikut ini dikemukakan suatu rumusan dari Winkel (1992): “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi.” Sehubungan dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan berapa butir rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:

a) Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.

b) Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggun jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
Seorang pembimbing harus :

i) Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.

ii) Menunjukkan sikap hormat kepada klien.

iii) Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien.

iv) Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau diluar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.

v) Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan pengabdian penuh.



Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia


Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia

Landasan Kode Etik:

1.Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab

2.Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku

Kualifikasi Dan Kegiatan Profesional Konselor:

1. Memiliki nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling:

a. Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya

b. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat

c. Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional

d. Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas

e. Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah


2. Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor:

Pengakuan Keahlian - Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yg diberikan kepadanya.

Kode Etik Konselor Islam
Kode etik secara umum harus melakukan tindakan-tindakan terpuji untuk klienya dan menghindari perbuatan tercela dan rambu-rambunya dalam Islam itu Al-Quran dan hadith.

a) Tidak memisahkan antara perbuatan dan ucapan.
b) Tidak melakukan diskriminasi sosial - Seorang konselor tidak boleh memilih kasih terhadap klien.
c) Ikhlas –Ikhlas yang utama bukan imbalan tetapi keredhoan Allah.
d) Tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.